Latar belakang
Kondisi perekonomian Indonesia pada masa
pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia pasca
krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.Terbukti, perekonomian
Indonesia mampu bertahan dari ancaman pengaruh krisis ekonomi dan finansial
yang terjadi di zona Eropa. Kinerja perekonomian Indonesia akan terus bertambah
baik, tapi harus disesuaikan dengan kondisi global yang sedang bergejolak.
Ekonomi Indonesia akan terus berkembang, apalagi pasar finansial, walaupun
sempat terpengaruh krisis, tetapi telah membuktikan mampu bertahan. Sementara
itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor
eksternal perekonomian Indonesia.Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) berhasil mendobrak dan menjadi katarsis terhadap kebuntuan tersebut.
Korupsi dan kemiskinan tetap menjadi masalah di Indonesia. Namun setelah
beberapa tahun berada dalam kepemimpinan nasional yang tidak menentu, SBY telah
berhasil menciptakan kestabilan politik dan ekonomi di Indonesia.
Salah satu penyebab utama kesuksesan
perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus
pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara.Perkembangan yang
terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap
persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap
ada. Pertama, pertumbuhan makroekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh
lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas
ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki
pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di
bawah garis kemiskinan.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa
Indonesia masih memerlukan banyak perbaikan. Namun apa yang telah dicapai
selama ini merupakan hasil dari visi dan perencanaan pemerintahan SBY. Dapat
dibayangkan hal-hal lain yang akan terjadi dalam pemerintahan yang akan
berjalan untuk beberapa tahun ke depan lagi.
I.
Kondisi Perekonomian Semasa Pemerintahan SBY
Kondisi
perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang
sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010, seiring
pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga
2009. Terbukti, perekonomian Indonesia mampu bertahan dari ancaman pengaruh
krisis ekonomi dan finansial yang terjadi di zona Eropa. Kinerja perekonomian
Indonesia akan terus bertambah baik, tapi harus disesuaikan dengan kondisi
global yang sedang bergejolak. Ekonomi Indonesia akan terus berkembang, apalagi
pasar finansial, walaupun sempat terpengaruh krisis, tetapi telah membuktikan
mampu bertahan.
Sementara
itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor
eksternal perekonomian Indonesia. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) berhasil mendobrak dan menjadi katarsis terhadap kebuntuan
tersebut. Korupsi dan kemiskinan tetap menjadi masalah di Indonesia. Namun
setelah beberapa tahun berada dalam kepemimpinan nasional yang tidak menentu,
SBY telah berhasil menciptakan kestabilan politik dan ekonomi di Indonesia.
Salah satu penyebab
utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah
yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara.
Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang
signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah
besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makro ekonomi yang pesat belum
menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta
identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di
Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia
yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Pada
pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara
Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan
langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan
sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan
menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara
Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam
perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus Bank Century yang sampai
saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya 93 miliar untuk
menyelesaikan kasus Bank Century ini.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan
pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6 persen pada 2010 dan
meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian prospek ekonomi
Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula.
Tingkat pertumbuhan ekonomi periode 2005-2007 yang
dikelola pemerintahan SBY-JK relatif lebih baik dibanding pemerintahan selama
era reformasi dan rata-rata pemerintahan Soeharto (1990-1997) yang pertumbuhan
ekonominya sekitar 5%. Tetapi, dibanding kinerja Soeharto selama 32 tahun yang
pertumbuhan ekonominya sekitar 7%, kinerja pertumbuhan ekonomi SBY-JK masih
perlu peningkatan. Pertumbuhan ekonomi era Soeharto tertinggi terjadi pada
tahun 1980 dengan angka 9,9%. Rata-rata pertumbuhan ekonomi pemerintahan SBY-JK
selama lima tahun menjadi 6,4%, angka yang mendekati target 6,6%
Kebijakan menaikkan harga BBM 1 Oktober 2005, dan
sebelumnya Maret 2005, ternyata berimbas pada situasi perekonomian tahun-tahun
berikutnya. Pemerintahan SBY-JK memang harus menaikkan harga BBM dalam
menghadapi tekanan APBN yang makin berat karena lonjakan harga minyak dunia.
Kenaikan harga BBM tersebut telah mendorong tingkat inflasi Oktober 2005
mencapai 8,7% (MoM) yang merupakan puncak tingkat inflasi bulanan selama tahun
2005 dan akhirnya ditutup dengan angka 17,1% per Desember 30, 2005 (YoY).
Penyumbang inflasi terbesar adalah kenaikan biaya transportasi lebih 40% dan
harga bahan makanan 18%.Core inflation pun
naik menjadi 9,4%, yang menunjukkan kebijakan Bank Indonesia (BI) sebagai
pemegang otoritas moneter menjadi tidak sepenuhnya efektif. Inflasi yang
mencapai dua digit ini jauh melampaui angka target inflasi APBNP II tahun 2005
sebesar 8,6%. Inflasi sampai bulan Februari 2006 (YoY) masih amat tinggi
17,92%, bandingkan dengan Februari 2005 (YoY) 7,15% atau Februari 2004 (YoY)
yang hanya 4,6%.
Efek inflasi tahun 2005 cukup berpengaruh terhadap
tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang menjadi referensi suku
bunga simpanan di dunia perbankan.
Data Harga Bahan Bakar Minyak 2004 vs 2009 (Naik)
Harga
|
2004
|
2009
|
Catatan
|
Minyak Mentah Dunia / barel
|
~ USD 40
|
~ USD 45
|
Harga hampir sama
|
Premium
|
Rp 1810
|
Rp 4500
|
Naik 249%
|
Minyak Solar
|
Rp 1890
|
Rp 4500
|
Naik 238%
|
Minyak Tanah
|
Rp 700
|
Rp 2500
|
Naik 370%
|
Dengan kondisi harga minyak yang sudah turun dibawah
USD 50 per barel, namun harga jual premium yang masih Rp 4500 per liter
(sedangkan harga ekonomis ~Rp 3800 per liter). Maka sangat ironis bahwa dalam
kemiskinan, para supir angkot harus mensubsidi setiap liter premium yang dibelinya
kepada pemerintah. Sungguh ironis ditengah kelangkaan minyak tanah, para
nelayan turut mensubsidi setiap liter solar yang dibelinya kepada pemerintah.
Dalam kesulitan ekonomi global, pemerintah bahkan memperoleh keuntungan Rp 1
triluin dari penjualan premium dan solar kepada rakyatnya sendiri. Inilah
sejarah yang tidak dapat dilupakan. Selama lebih 60 tahun merdeka, pemerintah
selalu membantu rakyat miskin dengan menjual harga minyak yang lebih ekonomis
(dan rendah), namun sekarang sudah tidak lagi rakyatlah yang mensubsidi
pemerintah.
Berdasarkan janji kampanye dan usaha untuk
merealisasikan kesejahteraan rakyat, pemerintah SBY-JK selama 4 tahun belum
mampu memenuhi target janjinya yakni pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas
6.6%. Sampai tahun 2008, pemerintah SBY-JK hanya mampu meningkatkan pertumbuhan
rata-rata 5.9% padahal harga barang dan jasa (inflasi) naik di atas 10.3%. Ini
menandakan secara ekonomi makro, pemerintah gagal mensejahterakan rakyat. Tidak
ada prestasi yang patut diiklankan oleh Demokrat di bidang ekonomi.
Pertumbuhan
|
Janji
Target
|
Realisasi
|
Keterangan
|
2004
|
ND
|
5.1%
|
|
2005
|
5.6%
|
Tercapai
|
|
2006
|
6.1%
|
5.5%
|
Tidak tercapai
|
2007
|
6.7%
|
6.3%
|
Tidak tercapai
|
2008
|
7.2%
|
Tidak tercapai
|
|
2009
|
7.6%
|
~5.0%
|
Tidak tercapai *
|
Tingkat Inflasi 2004-2009 (Naik)
Secara umum setiap tahun inflasi akan naik. Namun,
pemerintah akan dikatakan berhasil secara makro ekonomi jika tingkat inflasi
dibawah angka pertumbuhan ekonomi. Dan faktanya adalah inflasi selama 4 tahun 2
kali lebih besar dari pertumbuhan ekonomi.
Tingkat
Inflasi
|
Janji
Target
|
Fakta
|
Catatan
Pencapaian
|
2004
|
6.4%
|
||
2005
|
7.0%
|
17.1%
|
Gagal
|
2006
|
5.5%
|
6.6%
|
Gagal
|
2007
|
5.0%
|
6.6%
|
Gagal
|
2008
|
4.0%
|
11.0%
|
Gagal
|
Selama 4 tahun pemerintahan, Demokrat yang terus
mendukung SBY tidak mampu mengendalikan harga barang dan jasa sesuai dengan
janji yang tertuang dalam kampanye dan RPM yakni rata-rata mengalami
inflasi 5.4% (2004-2009) atau 4.9% (2004-2008). Fakta yang terjadi adalah harga
barang dan jasa meroket dengan tingkat inflasi rata-rata 10.3% selama periode
2004-2008. Kenaikan harga barang dan jasa melebihi 200% dari target semula.
Jumlah
Penduduk Miskin
Sasaran pertama adalah pengurangan kemiskinan dan
pengangguran dengan target berkurangnya persentase penduduk tergolong
miskin dari 16,6 persen pada tahun 2004 menjadi 8,2
persen pada tahun 2009 dan berkurangnya pengangguran
terbuka dari 9,5 persen pada tahun 2003 menjadi 5,1
persen pada tahun 2009.
Penduduk
Miskin
|
Jumlah
|
Persentase
|
Catatan
|
2004
|
36.1
juta
|
16.6%
|
|
2005
|
35.1
juta
|
16.0%
|
Februari
2005
|
2006
|
39.3
juta
|
17.8%
|
Maret
2006
|
2007
|
37.2
juta
|
16.6%
|
Maret
2007
|
2008
|
35.0
juta
|
15.4%
|
Maret
2008
|
2009
|
8.2%
????
|
Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mencatat,
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla memperbesar utang dalam
jumlah sangat besar. Posisi utang tersebut merupakan utang terbesar sepanjang
sejarah RI.
Berdasarkan catatan koalisi, utang pemerintah sampai
Januari 2009 meningkat 31 persen dalam lima tahun terakhir. Posisi utang pada
Desember 2003 sebesar Rp 1.275 triliun. Adapun posisi utang Januari 2009
sebesar Rp 1.667 triliun atau naik Rp 392 triliun. Apabila pada tahun 2004,
utang per kapita Indonesia Rp 5,8 juta per kepala, pada Februari 2009 utang per
kapita menjadi Rp 7,7 juta per kepala. Memerhatikan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2004-2009, koalisi menilai rezim sekarang ini adalah rezim
anti-subsidi. Hal itu dibuktikan dengan turunnya secara drastis subsidi. Pada
tahun 2004 jumah subsidi masih sebesar 6,3 persen dari produk domestik bruto.
Namun, sampai 2009, jumlah subsidi untuk kepentingan rakyat tinggal 0,3 persen
dari PDB.
Pendidikan merupakan hal mendasar. Pendidikanlah yang
menentukan kualitas sumber daya manusia. Kebijakan dalam bidang pendidikan
diterapkan oleh kepemimpinan SBY. Beberapa diantaranya adalah meningkatkan
anggaran pendidikan menjadi 20% dari keseluruhan APBN. Meneruskan dan
mengefektifkan program rehabilitasi gedung sekolah yang sudah dimulai pada
periode 2004-2009, sehingga terbangun fasilitas pendidikan yang memadai dan
bermutu dengan memperbaiki dan menambah prasarana fisik sekolah, serta
penggunaan teknologi informatika dalam proses pengajaran yang akan menunjang
proses belajar dan mengajar agar lebih efektif dan berkualitas.
Pemanfaatan alokasi anggaran minimal 20 persen dari
APBN untuk memastikan pemantapan pendidikan gratis dan terjangkau untuk
pendidikan dasar 9 tahun dan dilanjutkan secara bertahap pada tingkatan
pendidikan lanjutan di tingkat SMA. Perbaikan secara fundamental kualitas kurikulum dan
penyediaan buku-buku yang berkualitas agar makin mencerdaskan siswa dan
membentuk karakter siswa yang beriman, berilmu, kreatif, inovatif, jujur,
dedikatif, bertanggung jawab, dan suka bekerja keras. Meneruskan perbaikan kualitas guru,
dosen serta peneliti agar menjadi pilar pendidikan yang mencerdaskan bangsa,
mampu menciptakan lingkungan yang inovatif, serta mampu menularkan kualitas
intelektual yang tinggi, bermutu, dan terus berkembang kepada anak didiknya.
Selain program sertifikasi guru untuk menjaga mutu,
juga akan ditingkatkan program pendidikan dan pelatihan bagi para guru termasuk
program pendidikan bergelar bagi para guru agar sesuai dengan bidang pelajaran
yang diajarkan dan semakin bermutu dalam memberikan pengajaran pada siswa.
Memperbaiki remunerasi guru dan melanjutkan upaya
perbaikan penghasilan kepada guru, dosen, dan para peneliti.Memperluas
penerapan dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung
kinerja penyelenggaraan pembangunan di bidang pendidikan. Mendorong partisipasi masyarakat
(terutama orang tua murid) dalam menciptakan kebijakan dan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan aspirasi dan tantangan jaman saat ini
dan kedepan.
Mengurangi kesenjangan dalam akses pendidikan dan
kualitas pendidikan, baik pada keluarga berpenghasilan rendah maupun daerah
yang tertinggal. Pemberiaan program beasiswa serta pelaksanaan dan perluasan
Program Keluarga Harapan (PKH), serta memberikan bantuan tunai kepada rumah
tangga miskin dengan syarat mereka mengirimkan anaknya ke bangku sekolah.
B. Keberhasilan SBY selama memerintah
pada bidang Ekonomi
Saat membuka Rapat Kerja tentang Pelaksanaan Program
Pembangunan 2011 di Jakarta Convention Center, Senin (10/1/2011), Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan mantap memaparkan 10 capaian
(keberhasilan pemerintah pada tahun 2010 tersebut.
1.
Ekonomi terus tumbuh dan berkembang
dengan fundamental yang semakin kuat pada 2010. Hal ini, antara lain, tercermin
dengan indeks harga saham gabungan Indonesia yang terus membaik, daya saing
Indonesia di tingkat dunia yang tinggi, nilai ekspor, investasi, dan cadangan
devisa yang terus membaik.
2.
Sejumlah indikator kesejahteraan
rakyat mengalami kemajuan penting. Dunia memberikan penilaian pada Top Ten
Movers, istilahnya prestasi Indonesia dan 9 negara yang lain di bidang
pendidikan, kesehatan, dan peningkatan penghasilan penduduk kita.
3.
Stabilitas politik terjaga dan kehidupan
demokrasi makin berkembang. Check and balances antara pemerintah pusat, DPR dan
DPRD, berjalan dengan baik. Pelaksanaan pemilu juga prinsipnya berjalan dengan
lancar.
4.
Pemberantasan korupsi dan penegakan
hukum, mencatat sejumlah prestasi. Begitu pula dengan pemberantasan terorisme
dan narkoba.
5.
Terjaga baiknya keamanan dalam
negeri walaupun masih terdapat konflik masyarakat dalam skala kecil.
6.
Proses perbaikan iklim investasi dan
pelayanan publik di banyak daerah. Hambatan birokrasi dan iklim investasi serta
pelayanan publik di banyak daerah mengalami kemajuan.
7.
Angka kemiskinan dan pengangguran
terus ditekan meskipun tetap rawan dengan gejolak perekonomian Indonesia.
Presiden meminta pemerintah tetap cekatan dan memiliki rencana darurat.
“Meskipun, dengarkan kata-kata saya, meskipun bisa kita turunkan kemiskinan dan
pengangguran, tetapi tetap rawan terhadap gejolak perekonomian dunia. Jangan
terlambat kita mengantisipasinya, jangan kita tidak punya rencana kontigensi, dan
jangan pula kita tidak cekatan memecahkan masalah bilamana dampak dari krisis
global itu terjadi,” kata Presiden.
8.
Beberapa indikator ekonomi penting
Indonesia mencatat rekor baru dalam sejarah, seperti income perkapita sekarang
sudah tembus 3 ribu dolar AS, lima tahun lalu masih 1.186 dolar AS. Cadangan
devisa dulu 36 miliar dolar AS, sekarang 96 miliar hampir 100 miliar dolar AS.
Kenaikan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) yang tertinggi di dunia, naik 46
perssen. Pendapatan domestik bruto kita meningkat dan Indonesia kini peringkat
16 ekonomi di dunia.
9.
Makin baiknya upaya pengembangan
koperasi usaha kecil dan menengah, termasuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat
(KUR)Sedangkan Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Bappenas
Rahma Iryanti di Jakarta, Kamis (7/01/2011) mengungkapkan angka pengangguran
2010 diprediksi turun menjadi 7,6 persen dari kisaran 7,87 persen tahun lalu.
Penurunan tersebut seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian.
10. Indonesia makin berperan dalam hubungan internasional, makin
nyata peran kita, baik dalam mengatasi krisis ekonomi global, dalam hubungan
G20, APEC, East Asia Summit, ASEAN, G8 plus, dan pemeliharan perdamaian dunia.
“Kita aktif sekali dalam menjaga ketertiban dan perdamaian dunia dan juga kerja
sama mengatasi perubahan iklim,” tegas Presiden, sebagaimana dipublikasikan
juga di situs resmi Presiden SBY (presidensby.info)
Rahma Iryanti mengatakan, kondisi ketenagakerjaan saat ini
sudah menunjukkan perbaikan. Jumlah pengangguran terbuka menurun dari 11,90
juta (11,24 persen) pada 2005 menjadi 8,96 juta (7,87 persen) pada 2009.
Sementara kesempatan kerja yang tersedia selama 2005-2009 tumbuh sebesar
rata-rata 2,78 persen per tahun atau bertambah 10,91 juta orang. Menurutnya,
bertambahnya jumlah kesempatan kerja di 2010 tidak dapat dilepaskan dari
kondisi perekonomian yang menunjukkan angka pertumbuhan di atas 6 persen pada
periode 2007-2008. Masing-masing sektor ekonomi memiliki tingkat sensitivitas
yang berbeda dalam hal serapan tenaga kerja. Disebutkan, antara periode
2005-2009 sektor jasa kemasyarakatan memiliki angka elastisitas yang paling
tinggi.
Ditegaskan, sektor yang diharapkan dapat menciptakan
kesempatan kerja yang besar adalah dari sektor industri. Karena 60,0 persen
tenaga kerja Indonesia berada pada lapangan kerja formal. Perkembangan sektor
pekerja formal dari tahun ke tahun tumbuh dengan baik. Misalnya, pada 2005
pekerja di bidang pertanian mencapai 2,9 juta, industri 7,9 juta, dan jasa 17,8
juta orang. Sedangkan pada 2009 mengalami perubahan pada sektor pertanian
sebesar 3,2 juta, sektor industri 7,5 juta,dan jasa 21,2 juta. “Saya cukup
optimistis tahun ini kita bisa mencapai target pengurangan jumlah pengangguran
menjadi 7,6 persen,” katanya.
C. Penyebab Keberhasilan Presiden SBY
Salah satu penyebab utama kesuksesan
perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus
pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara.Perkembangan yang
terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap
persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap
ada. Pertama, pertumbuhan makroekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh
lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas
ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki
pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di
bawah garis kemiskinan.
Kesimpulan yang
dapat ditarik adalah bahwa Indonesia masih memerlukan banyak perbaikan. Namun
apa yang telah dicapai selama ini merupakan hasil dari visi dan perencanaan
pemerintahan SBY.
II.
Krisis Ekonomi Masa Pemerintahan Joko Widodo
Demonstrasi dan protes meruak ke arah Jokowi, sebagian besar
pendemo malah mendesaknya pulang ke Solo karena gagal dan memalukan warga
Solo. Indonesia dibayangi krisis ekonomi warisan eras SBY ,dan
suasananya mirip menjelang krisis moneter 1997, utang swasta saat ini
kebanyakan berjangka pendek dan tanpa lindung-nilai. Banyak pula dari utang
tersebut dipakai membiayai proyek jangka panjang. Para oligarki kelilingi
Jokowi. Sampai menjelang krismon 1997, kinerja lembaga-lembaga keuangan
Indonesia sangat kinclong. Asetnya melejit sangat cepat, demikian pula
keuntungannya. Para konglomerat pemilik bank pun tampak sangat percaya diri
dalam melakukan ekspansi bisnis di segala sektor.
Ketika itu Indonesia seolah tinggal
selangkah menjadi negara makmur. Tapi semua itu mulai berantakan pada Agustus
1997, ketika rupiah mulai terjun bebas terhadap dollar AS. Kredit macet dan
harga-harga barang langsung melambung. Rakyat pun mengamuk. Demikian hebatnya
amuk rakyat ketika itu, tentara yang biasanya sangat ampuh menghadapi kerusuhan
tak berdaya. Akhirnya, ketika kobaran api dan kematian makin merebak di
berbagai kota, Suharto menyatakan mundur sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998.
Mirip menjelang Krismon 1997, data BI sampai awal 2015
menunjukkan utang luar negeri swasta lebih besar ketimbang pemerintah, yaitu
US$ 192 miliar berbanding US$ 136 miliar. Sama seperti dulu, kebanyakan utang
swasta, menurut data BI sekarang, bersifat jangka pendek dan tanpa
lindung-nilai.Celakanya, tak sedikit dari utang Valas tersebut dipakai untuk
membiayai proyek-proyek berjangka menengah atau panjang. Lebih mengkhawatirkan
lagi, hasil dari proyek-proyek tersebut berbentuk rupiah. Salah satu paling
berisiko adalah proyek-properti yang belakangan ini menjamur dimana-mana. Hal
ini tampak kasatmata dari pembangunan perumahan, mal, superblock, dan
sebagainya.Maka, seperti 1997, bila nanti rupiah jeblok berkelanjutan, kredit
macet bakal melesat dan banyak proyek berhenti di tengah jalan. PHK massal pun
tak terelakkan! Bisa dipastikan, lembaga-lembaga akan mengalami kerugian besar
bahkan bisa bangkrut lantaran tak sanggup menanggung kredit macet. Dan
pemerintah pun dihadapkan pada dua pilihan: mengambil langkah penyelamatan
dengan menalangi kredit macet para kreditor, atau membiarkan kebangkrutan
terjadi. Sejak kasus Bank Century, kedua pilihan mengandung resiko berat.
Seperti kasus Bank Century, menyelamatkan bisa membuat para pengambil keputusan
menjadi bulan-bulanan para politisi, bahkan bisa masuk penjara. Bila memilih
keputusan kedua, pada titik ekstrim, dunia keuangan bisa mengalami kebangkrutan
massal atau jatuh sepenuhnya ke tangan asing.
Berdasarkan kasus Bank Century
itulah, Ketua umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit
Pramono, telah berulang kali mengingatkan bahwa UU Jaring Pengaman Sistem
Keuangan (JPSK) harus segera dibuat. Tanpa JPSK, menurut Sigit, ketika terjadi
krisis keuangan tak ada pejabat yang berani mengambil keputusan karena takut
diadili secara politis dan pidana.
Sigit berharap agar UU JPSK mengatur tentang definisi
krisis, siapa yang berhak menentukan telah terjadi krisis, dan apa yang bisa
dilakukan oleh Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), atau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tapi Sigit tentu juga
harus realistis bahwa sekarang ini segala sesuatu bisa dijungkirbalikkan,
termasuk pasal-pasal hukum yang tersurat. Kini secara umum lembaga keuangan,
baik bank maupun yang non-bank, masih dalam kondisi sehat. Hanya saja, sejumlah
isyarat bahaya sudah bermunculan. Salah satunyanya adalah anjloknya laba
bank-bank swasta papan atas pada 2014. Laba perbankan swasta dalam Top 10 bank
terbesar di Indonesia, tahun lalu turun 7,06% dari Rp 28,12 triliun menjadi Rp
26,13 triliun.
Hanya dua bank swasta yang tahun lalu mengalami kenaikan
laba, yaitu BCA dengan perolehan Rp 16,49 triliun atau naik 15,7% dari Rp 14,25
triliun; dan Bank Panin dengan pertumbuhan laba 4,42% dari Rp 2,26 triliun
menjadi Rp 2,36 triliun. Bank swasta lainnya, yaitu CIMB Niaga labanya anjlok
59,13% menjadi Rp 2,34 triliun di akhir 2014; Bank Danamon rontok 36% menjadi
Rp 2,6 triliun; BII ambles 65% menjadi Rp 752 miliar; dan Bank Permata turun
8,77% menjadi Rp 1,59 triliun.
Dalam Top 10 bank terbesar di Indonesia itu, bank-Bank BUMN
memang masih mencetak pertumbuhan laba. Total laba yang dibukukan Mandiri, BRI,
BNI dan BTN tahun lalu naik 12,07% menjadi Rp 56 triliun. Dengan rincian, laba
BRI naik 14,35% menjadi Rp 24,2 triliun, Mandiri naik 9,34% menjadi Rp 19,9
triliun, BNI naik 19,1% menjadi Rp 10,78 triliun. Satu-satunya bank milik
pemerintah yang membukukan penurunan laba adalah BTN , yaitu dari 1,56 triliun
menjadi 1,12 triliun atau turun 28,59%. Sementara itu merosotnya harga
komoditas seperti minyak sawit, batubara dan minyak telah mendorong OJK untuk
mengingatkan para bankir agar waspada terhadap bahaya kredit macet. Dengan
alasan, rontoknya harga komoditas-komoditas tersebut berdampak luas terhadap
perekonomian nasional. Ini karena minyak kelapa sawit dan batubara adalah
komoditas unggulan Indonesia, dan minyak masih merupakan sumber penghasilan
penting bagi pemerintah.
OJK tak menginginkan apa yang terjadi pada Kredit Usaha
Rakyat (KUR) merembet ke yang lain. Kemacetan KUR tahun lalu mencapai 4,2%,
padahal batas toleransi kredit macet adalah 5%. Kenyataan ini membuat
pemerintah memangkas KUR sebanyak 30% menjadi Rp 20 trilliun pada tahun ini.
Agar tak kecolongan lagi, pemerintah juga tak lagi menggunakan BPD sebagai
penyalur KUR. Sekarang hanya BRI, BNI, dan Mandiri yang diberi kepercayaan
menyalurkan KUR .
Selain kerugian yang dialami Bank terjadi juga penurunan
nilai mata uang rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS)
sempat menembus Rp 13.000/US$. Ini merupakan titik terlemah sejak 17 tahun
terakhir, alias sejak era krisis ekonomi 1998 (krisis moneter/krismon).
Mulai dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga sejumlah
menteri menyatakan, pelemahan rupiah disebabkan oleh faktor eksternal. Terutama
karena mulai menguatnya perekonomian Amerika Serikat (AS), setelah dilanda
krisis hebat pada 2008 lalu.Kondisi ini membuat dolar AS yang menyebar di
negara-negara berkembang ‘pulang kampung’. Sehingga tak hanya rupiah, tapi
banyak mata uang di duna yang juga melemah terhadap dolar.Namun analis asing
punya pendapat lain soal pelemahan rupiah yang terjadi.
Berikut
rangkumannya seperti dikutip:
1.Akibat Pernyataan Gubernur Bank
Indonesia (BI)
Khoon Goh, Senior FX Strategy dari ANZ mengatakan, pelemahan
rupiah tidak lepas dari pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus
Martowardojo beberapa waktu lalu. Agus sempat menyebut, bahwa tahun ini
sepertinya inflasi Indonesia terkendali. Bahkan bukan tidak mungkin. inflasi
sepanjang 2014 hanya berada di kisaran 4%.Pasar mengartikan ini sebagai sinyal,
bahwa BI akan mulai mengendurkan kebijakan moneter. Salah satunya adalah
peluang penurunan suku bunga acuan atau BI Rate.Ketika suku bunga semakin
rendah, maka investasi di Indonesia sudah kurang menggiurkan. Akibatnya terjadi
arus modal keluar (capital outflow) yang membuat rupiah melemah.“Sepertinya
bank sentral mengizinkan rupiah melemah. Ini memicu lebih banyak arus modal
keluar,” tutur Goh seperti dikutip dari CNBC.Pada 17 Februari 2015, kala BI
memangkas BI Rate dari 7,75% menjadi 7,5%, rupiah melemah sampai 0,56%.
2. Pudarnya Jokowi Effect
Ada faktor lain yang menyebabkan rupiah cenderung melemah.
Pelaku pasar saat ini sudah mulai rasional, dan sepertinya euforia terpilihnya
Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden, atau sering disebut Jokowi Effect, sudah
memudar. “Euforia atas kemenangan Presiden Joko Widodo tidak bertahan lama,”
ujar Khoon Goh, Senior FX Strategy dari ANZ. Pasca pemilihan presiden (pilpres)
9 Juli 2014, pasar keuangan Indonesia menikmati ‘guyuran’ arus modal masuk
(capital inflow). Rupiah pun menguat hingga nyaris 5% selama periode 25 Juni
hingga 23 Juli. Setelah itu, rupiah cenderung melemah karena euforia Jokowi
Effect sudah terkikis. Apalagi fundamental ekonomi Indonesia masih perlu
dibenahi, misalnya defisit transaksi berjalan yang berada di kisaran 3% dari
Produk Domestik Bruto (PDB). “Jadi arus modal masuk itu tidak berkelanjutan,”
kata Goh.
3.
Dolar Bisa Menyentuh Rp 13.250
Fundamental ekonomi Indonesia masih perlu dibenahi, misalnya
defisit transaksi berjalan yang berada di kisaran 3% dari Produk Domestik Bruto
(PDB). “Jadi arus modal masuk itu tidak berkelanjutan,” kata Khoon Goh, Senior
FX Strategy dari ANZ. Tidak hanya dari dalam negeri, rupiah juga tertekan
faktor eksternal karena dolar AS begitu ‘perkasa’ terhadap mata uang dunia. Ini
ditunjukkan dengan Dollar Index (perbandingan dolar AS dengan mata uang utama
dunia) yang mencapai titik tertinggi dalam 12 tahun terakhir. Oleh karena itu,
Goh memperkirakan rupiah masih bisa melemah lagi. Dia menilai pada akhir tahun
rupiah akan berada di posisi Rp 13.250/US$
Kesimpulan
Pada masa pemerintahan
Presiden Susilo BambangYudhoyono, terjadi banyak kemajuan di berbagai bidang.
Hal ini di karenakan kemajuan teknologi dan kebebasan berpendapat.Namun,
terdapat beberapa kemunduran juga. Kita tidak dapat melihat kesuksesan suatu
pemerintahan hanya dengan satu pandangan. Kita harus memandang dari berbagai
sisi. Jika dibandingkan dengan pemerintahan pada masa Orde Baru, memang dalam
beberapa bidang terlihat kemunduran. Tetapi bisa saja hal ini dikarenakan pada
masa Orde Baru kebebasan pers dikekang sehingga bagian buruk pada Orde Baru
tidak terlihat. Dimasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, musyawarah
mufakat diutamakan. Sehingga pengambilan kebijakan terkesan lambat. Meski
begitu, musyawara hmufaka tini dilakukan untuk kepentingan bersama. Sehingga
dapat dikatakan, pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono telah cukup
berkembang dibandingkan masa-masa sebelumnya dalam hal demokrasi.
Referensi